Talempong Batu

Talempong Batu Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh

Ranah Minangkabau adalah daerah dengan budaya dan adat yang sangat dalam. Begitu banyak falsafah yang memiliki makna teramat luas. Begitu banyak pula dengan kisah-kisah sejarah, aturan tata kelakuan, nilai dalam pola hidup masyarakat, dan keunikan-keunikan lainnya yang tersebar di setiap sudut Ranah Minang. Sehingga potensi pariwisata yang terkandung di setiap sudut Minangkabau sebenarnya amatlah tinggi. Namun sayangnya, pengembangan terhadap “sudut-sudut” ini belum optimal, sehingga tidak banyak yang berminat untuk mengunjungi, malah sebenarnya tidak banyak yang mengetahui.

Salah satu diantara sudut daerah yang cukup menarik, sekaligus cukup tersembunyi dari pengetahuan khalayak ramai adalah tempat keberadaan talempong batu di Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Letak yang tersuruk dari pusat keramaian Luak Limopuluah menjadikannya bak kalimaya di tengah hutan, itupun tertutup pula oleh daun, dan bahkan orang-orang yang sekilas melihat kilauannya juga menyangka bahwa itu hanya pantulan sinar matahari dalam genangan air.

Begitulah perumpamaan yang sekiranya tepat untuk menggambarkan enam buah batu dalam susunan berjajar beralaskan bambu ini. Talempong batu yang tersimpan dalam sebuah bangunan di halaman Balai Adat Nagari Talang Anau ini memiliki warna hitam pudar layaknya sebuah batu biasa. Namun suara yang dihasilkan tatkala dipukul layaknya sebuah alat musik pukul tradisional Minangkabau yaitu talempong yang terbuat dari bahan logam. Keenam batu ini pun telah disusun berdasarkan urutan tangga nada yang dihasilkan setiap batu, sehingga dapat digunakan untuk melantunkan uraian nada-nada menjadi sebuah musik nan syahdu.

Dalam cerita yang turun temurun berlanjut dalam masyarakat, penemuan talempong batu ini bermula dari mimpi yang dialami Syech Syamsudin sekitaran abad ke-12 Masehi silam. Dalam mimpinya tersebut, Syech Syamsudin bertemu dengan pria tua bersorban, berjubah putih, dan berjanggut panjang mencapai pusar. Menurut kisahnya, sang pria tua menyuruh Syech Syamsudin mencari beberapa buah benda yang tersebar di kedalaman hutan dalam keadaan ditumbuhi Talang dan Anau. Apabila dikumpulkan, benda-benda akan memberikan manfaat pada anak cucu masyarakat nantinya.

Sesuai dengan kisah awal keberadaannya tersebut, aset sejarah berharga ini juga tidak terlepas dari unsur gaib. Sebelum dimainkan, talempong batu mesti diasapi dengan kemenyan putih agar dapat menghasilkan suara layaknya sebuah talempong logam. Jika tidak, memukul talempong batu ini hanya akan menghasilkan suara yang tak ubahnya seperti memukul batu biasa. Bahkan menurut kepercayaannya pula, jika orang yang memukul talempong batu ini tidak mempercayai daya magis tersebut, maka akan terkena kutukan penyakit yang tidak dapat disembuhkan bahkan kematian.

Meski demikian, bagaimanapun keberadaan talempong batu ini merupakan sebuah aset sejarah berharga dalam Ranah Minangkabau. Jika tidak dihidupkan dan dipublikasikan secara luas pada masyarakat ramai, jangankan mengharap bertahannya falsafah-falsafah Minangkabau yang tidak memiliki bentuk berupa sebuah benda, bahkan benda nyata aset budaya adat alam Minangkabau bersifat wisata sejarah bernilai tinggi ini pun akan lekang oleh waktu yang semakin bergulir dalam perkembangan zaman.

Sumber : Google.com dan berbagai sumber lainnya.

 

Tinggalkan komentar