Si Umbuik Mudo

index00025

Dahulu, di salah satu daerah Riau, hiduplah seorang ibu dan anak gadis cantik jelita. Gadis itu bernama Umbut Muda. Setiap hari, ibu melayani Umbut Muda seperti melayani seorang putri Raja.

“Hari ini aku ingin makan telur goreng,Bu. Jangan sampai gosong ya,” pinta Umbut Muda pada suatu hari yang cerah.

Ibu tersenyum sambil mengangguk. Dengan tulus, dianpergi ke kandang ayam di samping rumah dan mengambil 2butir telur yang besar. Telur-telur itu lalu dikocok barsama bumbu lalu dimasak dengan hati-hati.

“Bu!!!panggil Umbut Muda tiba-tiba.

“Iya…,”jawab Ibu.

“Sisir Umbut dimana?”

“Ibu taruh diatas maja rias.

Umbut Muda ingin menyisir rambut nya yang panjang terurai bagai kembang mayang.Akan tetapi,sisir itu tidak ada meski dia telah mencari nya kemana-mana. Di atas meja rias, diatas lemari, di atas kasur… “Ibuuuu!!!” suara Umbut kembali terdengar.

Dengan terpogoh-pogoh, ibu mendatangi kamar Umbut Muda, “Maaf, Umbut, Ibu baru selesai menggoreng telur,” katanya .

“Menggoreng telur saja lama amat!” ujar Umbut Muda tak sabar. “Carikan sisir Umbut! Awas kalau tidak ketemu! Umbut mau makan dulu,” lanjutnya dengan kasar.

Ibu hanya mengangguk dan menahan dadanya yang sesak gara-gara perlakuan Umbut.

Ibu pikir, sifat Umbut akan berubah setelah dia besar. Tetapi tenyata sama saja. Malah sekarang makin menjadi-jadi. Jika memikirkan hal itu, Ibu hanya bisa menangis. Ibu tidak bisa berbuat apa-apa karena sejak kecil Umbut dimanjakan oleh Ayahnya. Ayah Umbut adalah seorang saudagar yang kaya. Ayahnya meniggal dunia saat Umbut masih remaja.

Umbut memiliki paras yang cantik jelita. Banyak yang memuji-muji kecantikan nya. Bahkan,konon, kecantikan nya terkenal hingga ke pelosok negeri dan tidak ada bandingannya. Hal membuat umbut muda semakin besar kepala, culas, dan sama sekalai tidak menghargai Ibunya.

Umbut Muda tidak ingin kecantikannya ditandingi siapa pun. Karena itulah setiap hari, kerjaannya hanya menyisir rambut, berdandan, serta membeli pakaian dan perhiasan. Untunglah kekayaan yang diwarisi Ayahnya cukup banyak.

Umbut tidak peduli ibunya hanya memiliki beberapa lembar pakaian. Satu kali pun dia tidak pernah membelikan Ibunya pakaian baru. Dia malah berpikir, ibunya tidak pantas menikmati harta peninggalan Ayahnya.

Umbut muda juga memperlakukan ibunya seperti seorang pembantu. Setiap pagi, ibunya disuruh membersihkan rumah, menyiapkan makan, mencuci pakaian, dan sebagainya.

Pada waktu senggang, ibu menenun songket. Dia menerima pesanan dari para penjual songket di pasar. Dengan menenun itulah, dia mengcukupi kehidupan hidup sehari–hari. Umbut Muda tidak pernah memberikan sepeser pun harta warisan Ayahnya kepada ibunya.

“Ibu kenapa masih menenun? bukankah harta warisan Ayah sangat banyak?”begitu jawabnya.
Sebetulnya dalam hati, ibu menangis. Tetapi, dia mencoba untuk tegar. Semua dia lakukan untuk kebaikan keluarganya dan juga Umbut Muda.

Suatu ketika, Umbut Muda meminta ibunya untuk memtik mangga di depan rumahnya yang sudah ranum. Karena tidak punys alat untuk mengambilnya, ibu memanjat pohon itu. Apa yang terjadi kemudian? Sebelum ibunya berhasil mengambil salah satu buahnya, ibu terejatuh. Bukannya ditolong, dia malah dimarahi.

“Memetik mangga saja jatuh,”kata Umbut Muda.”Makanya,malekukan apa pun itu harus ikhlas.Itulah hukuman untuk orang tua yang tidak pernah ikhlas malakukan sesuatu untuk anaknya!”sambungnya dengan amat menyakitkan.

Air mata ibu terus menetes, tetapi cepat-cepat dihapusnya. Dia tidak memedulikan perkataan Umbut Muda. Dia kembali naik ke pohon mangga dan memetik beberapa buah mangga untuk putrinya.

Suatu hari, seorang putri salah satu bangsawan di daerah tempat tinggal Umbut Muda menikah. Umbut Muda yang terkenal tentu saja mendapat undangan. “ibu pakai baju ini,” kata Umbut Muda.

“ibu tidak perlu berpakaian yang bagus. Cukup pakai kebaya,selendang pelangi,dan kain batik kendah ini.ibu akan menjadi tukang payung Umbut,”lanjut nya panjang lebar.

Ibu hanya mengangguk dan mengenakan apa yang di perintah Umbut Muda. Sementara itu, Umbut Muda mengenakan pakaian paling bagus yang terbuat dari sutra paling halus, paling mahal, dan paling baik kualitas nya.dia berdandan bagaikan putrid raja. Untuk melengkapi busananya, Umbut Muda mengenakan segala macan perhiasan yang di miliki nya.Sungguh sangat berbeda dengan ibu nya.

“Bu,bagaimana penampilan Umbut?” Tanya Umbut Muda.

“kamu cantik sekali.Ibu yakin,tidak ada yang secantik kamu,Umbut,”jawab ibu.

Umbut tersenyum senang. Rona merah langsung menghiasi kedua belah pipi nya.Dia semakin yakin dengan penampilan nya. Pasti takkan ada orang yang menandingi kecantikan ku,pikir nya.

“Kalau begitu kita berangkat sekarang,”sekarang kata Umbut Muda beberapa saat kemudian.

Umbut Muda makin terlihat cantik saat berjalan.Dia berjalan di depan,sementara ibunya berjalan di belakang sambil memanyungi. panyung biru muda yang di penuhi rumbai itu berhias manik-manik kaca buatan Cina.

Semua yang melihat Umbut Muda berdecak kagum. Apalagi mereka mendapat senyum manis dari Umbut Muda.

“Bu,jalan nya agak cepat sedikit. Nanti terlambat,” kata Umbut Muda pelan.

“Iya,”jawab ibu. Tangannya agak keberatan karena membawa payung.

“Ingat ya,Bu,nanti jangan mengaku sebagai ibu Umbut. Ibu harus mengaku sebagai tukang payung Umbut,” sekali lagi Umbut Muda mengingatkan.

“Iya.” Jawab Ibu.

Umbut Muda dan ibunya melewati jembatan diatas Sungai Siak. Jembatan itu sangat sempit. Dia berjalan pelan-pelan, di ikuti ibunya yang tetap memayunginya. Tetap di tengah-tengah jembatan, tiba-tiba saja 4 gelang yang di kenakan Umbut Muda terlepas dan jatuh ke sungai. Umbut Muda menjerit.

“Bu,ambilkan gelang-gelang Umbut!”ujar Umbut Muda.

Ibu melongok ke bawah. Arus sungai mengalir dengan sangat deras.

“Ayo, Bu. Nanti keburu terbawa arus!”rengek Umbut.

“Arus sungai sangat deras, Nak. Ibu tidak berani,”kata ibu Umbut Muda.

“Tapi, Bu, itu gelang mahal. Ibu harus menolong Umbut!”

Ibu Umbut hanya terdiam menyaksikan gelang yang semakin jauh terbawa arus. Melihat ibu yang hanya menatap sungai, Umbut Muda sangat marah. Lalu dengan tampa perasaan, dia merebut payung dari tangan ibu nya dan mendorong ibu nya ke sungai.

“Umbuuut!!!” jerit ibu ketika terjun ke sungai.

Plung! Blep! Ibu sekarang benar-benar berada di sungai dan terbawa arys. Dia mencoba berenang,tetapi tidak bias.

“Ibu harus ambilkan gelang Umbut. Sebelum ketemu, ibu tidak boleh keluar dari sungai !” teriak Umbut amat kasar.

Ibu terlihat timbul tenggelam di permainkan arus sungai. Boro-boro mau mencari gelang, untuk menolong dirinya pun tidak bisa. Akan tetapi, Umbut tidak peduli. Dia terus berteriak menyuruh Ibunya mensari gelang-gelang nya.

Saat itulah, angin puting beliung datang dari arah belakang. Angin itu dating begitu saja dan bergulung-gulung munyelimuti Umbut Muda.

“Tolooong! Tolooong!” Umbut Muda berpegangan pada tepian jembatan. Dia sangat ketakutan.

Semakin keras Umbut Muda meminta tolong, semakin kencang pula angin putting beliung itu menyelimutinya.

“Tolooong! Tolooong!” satu per satu perhiasan yang dikenakan Umbut Muda terlepas.Dari mulai mutiara yang dikenakan di kepalnya, kalung, gelang, ronce di kedua kaki nya, dan juga cicin di jari tangan nya.

Sekarang,keadaa Umbut Muda sudah tidak karuan. Dia terus meminta tolong, tetapi angin puting beliung itu tidak mau melepaskan nya.

Tenaga Umbut Muda akhirnya habis. Cengkraman tangan nya terlepas dari tepian jembatan. Dengan sangat cepat, angin putting beliung membawanya terbang. Ia seperti di seret-seret ke udara.

Setelah itu, Umbut Muda terlempar ke sungai. Angin puting beliung bersama dengan arus sungai yang deras melemparkan badan nya kesana kemari. Sementara itu, ibu Umbut Muda seperti diangkat puting beliung ke atas dan didudukan di atas batu.

Ibu Umbut Muda tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menyaksikan anak kesayangan nya yang dipermainkan angin puting beliung. Dia hanya bisa berdoa supaya anak kesayangan nya bisa selamat yaitu Umbut Muda.

“Ibuuu… tolooong!” itulah kalimat terakhir Umbut Muda. Saat itu, dia tengah digulung oleh angin puting beliung bersama lumpur sungai. Nafas nya amat sesak.

Ibu tidak tahan melihat penderitaan Umbut Muda. Ia menutupi matanya dengan kedua tangan nya. Saat matanya terbuka kembali, Umbut Muda sudah tak bernyawa. Saat itulah, kedua mata sayu sang ibu meneteskan air mata.

Hingga sekarang, sering terlihat akar-akaran berwarna hitam sedang di permainkan arus Sungi Siak. Pemandangan itu dipercayai penduduk setempat sebagai rambut Umbut Muda. Terkadang, angin puting beliung yang menggulung-gulung juga muncul diatas sungai. Ini menjadi peringatran bagi masyarakat setempat untuk selalu menghormati seorang Ibu.

Nah,apa kalian ingin mengikuti jejak Umbut Muda? Kalau aku, sama sekali tidak! Karena itulah,aku selalu menghormati ibuku.

Sumber : little serambi kepulauan Riau.

 

Tinggalkan komentar