Bukit Bongsu & Legenda Batu Naga

1045088_210708949085552_2034335967_n

Oleh : Nikmatul Hikmah

Bersepeda dan Berpetualang Menelusuri Bukit Bongsu…

Bersepeda dan berpetualang adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dari dalam diriku. Sambil berolahraga menjelajahi alam adalah suatu petualangan yang sangat menyenangkan. Banyak pengalaman dan pengetahuan baru yang kudapatkan dari sana. Ibarat kata “Alam takambang jadi guru”. Salah satunya yaitu pengetahuan baru yang kuperoleh dari sebuah bukit yang menyimpan sebuah cerita penuh dengan teka-teki dan misteri yang bernama Bukit Bongsu. Bukit Bongsu ini berada di salah satu Jorong di Kenagarian Baruah Gunuang Kecamatan Bukit Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota, yaitu Jorong Bigau. Kira-kira berjarak 50 km dari pusat Kota Payakumbuh. Sementara itu, Jorong Bigau ini merupakan salah satu daerah perbatasan Kecamatan Bukit Barisan dengan Kecamatan Gunuang Omeh dan kebetulan bertetanggaan dengan kampungku, Jorong Aie Angek Kenagarian Koto Tinggi Kecamatan Gunuang Omeh.

Kebetulan aku sedang berada di kampung karena liburan kuliah akhir semester. Nah, kalau pulang kampung tak lupa sepedaku pun dibawa pulang. Karena suatu pagi tidak ada kegiatan dan cuaca pun cerah, lalu kuputuskan saja mengisi waktu senggang tersebut untuk bersepeda menuju bukit ini. Meskipun hanya menempuh jalan sejauh 3 Km dari kampungku, namun aku sama sekali belum pernah menginjakkan kaki di bukit ini. Untuk kali ini aku ditemani oleh dua orang sepupuku kakak beradik yaitu Figa dan Fuji. Karena sepeda hanya ada satu, jadi mereka mengiringiku dengan motornya. Butuh waktu 30 menit akhirnya kami sampai di kaki Bukit Bongsu ini.

Asal nama Bukit Bongsu berasal dari kata Bukit Bungsu yang mengalami penghalusan kata menurut tuturan penduduk yang bermukim di daerah tersebut. Disebut Bukit Bungsu karena bukit ini merupakan sebuah bukit yang melintang sangat panjang, namun di bukit inilah salah satu penghabisan atau ujung dari bukit yang melintang tersebut. Sementara itu, Bukit Bongsu ini terdiri dari dua bukit yang berdampingan dengan titik sudut belah 120⁰ sehingga orang-orang ada juga yang menyebutnya dengan bukit kembar. Kalau diperhatikan bentuknya seperti gambar gunung anak-anak kecil yang baru sedang belajar menggambar. Memiliki dua gunung yang puncaknya sama-sama runcing dengan ukuran yang sama atau yang disebut dengan gunung kembar.

Walaupun bukit ini terlihat kembar, tapi tidaklah sama persis. Terdapat beberapa hal perbedaaan di antara kedua bukit-bukit ini, seperti bentuk puncak dari kedua bukitnya yang satu tumpul dinamai Bukit Guntung dan yang satunya lagi datar dinamai Bukit Villa. Dinamai Bukit Guntung sebenarnya berasal dari kata Bukit Gantung atau bukit yang tergantung, karena tepat di bukit ini bukit yang melintang panjang tersebut berakhir. Selanjutnya Bukit Villa, tepat di puncak tersebut pernah ada sebuah villa yang dibangun oleh orang Belanda pada zaman penjajahan dahulu. Namun, kini bukti peninggalan Belanda tersebut sudah tidak ada lagi karena ditinggalkan dan juga habis dimakan masa. Sedangkan dari ketinggian bukit kembar ini masing-masing Bukit Guntung kira-kira 1.200 m, sedangkan ketinggian Bukit Villa kira-kira 1.150 m.

Anehnya, Bukit Bongsu ini bentuknya tidak sama kalau dilihat dari arah yang berbeda. Dari kampungku bukit ini sangat terlihat jelas belahannya membentuk dua bukit. Sedangkan jika dilihat dari daerah Kenagarian Sei Naning yang termasuk salah satu Kenagarian di Kecamatan Bukit barisan ini Bukit Bongsu terlihat menyatu. Ini pernah kuperhatikan ketika aku sedang melintas di daerah ini bersama komunitas sepedaku BM’X Payakumbuh. Saat itu kami melakukan ekspedisi sepeda gunung mengelilingi daerah-daerah selingkar Bukit Barisan. Dan kebenarannya pun dikuatkan oleh orang-orang di kampungku yang pernah pergi ke daerah tersebut, mereka juga beropini yang sama deganku. Belahan yang membentuk Bukit kembar ini tidak terlihat, padahal Kenagarian Sungai Naning ini tepat berada di sebaliknya.

Selanjutnya, seperti yang kita ketahui bahwa setiap kawasan yang berada di dataran tinggi atau pegunungan tak terlepas dari yang namanya rimba. Tak ubahnya hal tersebut dengan Bukit Bongsu. Sebelum ada pemukiman di sekitarnya bukit ini adalah hutan belantara. Seperti yang dikatakan orang minang bahwa rimbo sati rimbo batuah. Di dalamnya banyak tersimpan cerita yang penuh teka-teki. Sampai-sampai bukit ini jarang ditempuh orang-orang sampai sekarang, termasuk penduduk-penduduk yang bermukim di sana. Namun, sekarang sudah banyak yang menempuhnya. Di punggung-punggung bukit ini sudah banyak orang-orang membuka lahan pertanian, seperti sawah terasering, ladang dan kebun. Kemudian, hampir setiap hari Minggu orang-orang berburu di sini.

Menurut informasi yang kuperoleh dari orang-orang tua di kampungku ada banyak benda-benda dan makhluk gaib menghuni bukit kembar ini. Beberapa benda-benda gaib yang diketahui terdapat di sana seperti talempong batu, sayak rantai, dan luak batu. Talempong batu adalah sebuah batu jika dipukul akan menimbulkan suara bunyi seperti halnya bunyi talempong. Sementara itu, alat pukul yang digunakan pun khusus dan tidaklah sembarangan saja. Namun sayangnya, tak ada yang mengetahui persis alat pukulnya seperti apa. Sedangkan sayak rantai adalah tempurung kelapa yang berantai perak dan bagaimana asal mula serta untuk apa fungsinya pun tak ada yang mengetahuinya.

Sedangkan luak batu adalah sebuah sumur dangkal yang terdapat pada sebuah batu yang cekung. Menurut informasinya luak batu tersebut ada dua, berada di kaki bukit dan di atas puncak Bukit Villa. Nah, airnya tidak pernah kering-kering bahkan kemarau sekalipun sehingga diyakini sebagai obat yang dapat menyembuhkan penyakit seperti keteguran. Sayangnya, talempong batu dan sayak rantai tidak diketahui dimana keberadaannya. Namun yang lebih gaibnya lagi, luak batu yang berada di Bukit Villa pun ternyata tidak sembarang orang saja yang bisa melihatnya. Menurut orang yang bisa melihatnya bahwa di sekeliling luak batu tersebut ditumbuhi tumbuhan nenas, buahnya kecil berwarna merah. Katanya, semua benda-benda gaib tersebut adalah benda sakti yang dihuni oleh makhluk-makhluk gaib di sana.

Selanjutnya, makhluk-makhluk gaib penghuni bukit tersebut dinamai dengan orang-orang gunung. Katanya, orang-orang gunung tersebut sama halnya dengan manusia. Mereka juga beranak-pinak serta memiliki suatu kebiasaan seperti berpesta-pesta yang biasanya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Ketika itu, mereka turun dari Bukit Bungsu ini sambil membunyikan suatu alat yang menimbulkan bunyi-bunyian seperti musik. Dan bunyi-bunyian tersebut dapat didengar jelas oleh telinga manusia. Hal yang semacam kejadian gaib ini sudah lama terjadi dan memang benar adanya.

Namun, sekarang kejadian gaib tersebut sudah tidak pernah terdengar lagi. Selain itu juga, tepat di punggung Bukit Villa ada sebuah batu yang melengkung namun bukan gua. Di sana di huni oleh seekor harimau. Karena gaibnya baik orang-orang gunung maupun harimau tersebut tidak terlihat oleh orang biasa apalagi dengan mengandalkan mata telanjang saja, melainkan hanya orang-orang pintar yang dapat melihatnya. Oleh karena kepercayaan yang sangat tinggi terhadap hal gaib itulah dahulu tak seorang pun yang berani menempuhnya.

 

935023_210708562418924_478310984_n

1069226_210700612419719_787289962_n
Sementara terdengar sangat mistis karena kegaibannya, Bukit Bongsu ini pun menyimpan sebuah legenda yang menjadi cerita turun-temurun bagi penduduk yang bermukim di wilayah tersebut. Tepat di tengah-tengah sawah yang berada di kaki bukit tersebut ada sebuah batu lekuk-lekukkannya persis seperti kepala ular, kira-kira sepanjang 8 m. Konon itu adalah seekor naga besar yang sakti berubah menjadi batu sehingga terkenal dengan nama Legenda Batu Naga. Naga tersebut tinggal di dalam gua yang dahulunya terdapat di bukit ini. Apabila telah hujan deras dan menyebabkan air menjadi besar, maka itulah saatnya naga tersebut keluar dari sarangnya mencari air besar seperti laut. Dengan memanfaatkan aliran air besar itu dia berusaha menghanyutkan dirinya menuju ke laut. Karena kesaktiannya naga tersebut berpantangan keluar pada siang hari dan hanya keluar pada malam hari agar tidak terlihat oleh manusia. Kalau seandainya pantangan itu terjadi maka dirinya akan disambar pertir dan berubah menjadi batu.

Namun, naas ketika naga tersebut hendak keluar dari sarangnya. Hujan deras tiba-tiba mereda dan air pun berangsur-angsur mengecil. Karena besarnya, naga tersebut tidak dapat dihanyutkan aliran air hingga malam pun berganti siang. Akhirnya naga tersebut disambar petir, tubuhnya terbagi-bagi dan berubah menjadi batu. Sementara itu, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Bukit itu pun longsor menurutinya dari belakang dan seketika mengubur tubuhnya. Hanya bagian kepala dan sedikit bagian badannya yang tidak terkubur, sedangkan posisinya dalam keadaan mulut menganga.

Lanjut cerita, pada suatu hari ada seorang pemburu yang hendak berteduh karena kehujanan. Melihat ada ngalau (gua) si pemburu tersebut langsung menuju ke sana. Kemudian menancapkan tombak yang dibawanya untuk berburu pada langit-langit ngalau tersebut. Namun, saat si pemburu tersebut menarik tombaknya tiba-tiba saja darah mengucur dari bekas tancapan tombaknya. Ia menyangka bahwa tempatnya berteduh tersebut adalah ngalau ternyata mulut seekor naga. “Ini pasti naga!” pikir si pemburu itu. Akhirnya disebutlah Batu Naga ini sebagai Naga Kesiangan dan lokasi batu naga ini berada pun dinamai dengan Batu Naga atau lebih dikenal dengan kampung Batu Nago.

Semula kami ragu apakah betul itu batunya atau bukan. Nah! kebetulan kami menemui ada petani sepasang suami istri sedang mencangkul sawahnya di sekitar batu tersebut. Jadi, kami bermaksud untuk bertanya pada mereka. “Etek, batu naga letaknya di mana? Apa benar yang di tengah sawah itu batunya?” tanyaku. “Iya, itu batunya.” jawab Etek tersebut yang kuketahui namanya Malina. Wah! pucuk dicinta ulam pun tiba pikirku, yang dicari ada di depan mata. Lalu, kami memarkirkan kendaraan kami di tepi jalan dan kemudian berjalan menuju batu itu. Untuk sampai ke batu tersebut kami harus berjalan meniti pembatang sawah yang sangat kecil. Pembatangnya baru saja disisik karena sawah-sawah di sana sedang dan akan ditanami benih sehingga membuat kaki kami beberapa kali tercebur ke dalam sawah dan menjadi basah dan berlumpur.

Mumpung ada Etek Malina dan suaminya di sana kami pun bertanya pada mereka. Sayangnya, Etek Malina juga tidak tahu persis ceritanya bagaimana. Namun, ada sedikit tambahan bahwa di sekitar lokasi itu ada batu-batu besar yang telah diselimuti semak-semak liar dan bahkan di atasnya di tumbuhi pohon-pohon dengan letak yang terpisah cukup jauh. Batu-batu tersebut adalah bagian-bagian tubuhnya yang tidak terkubur. Selain itu, biasanya di atas batu naga tersebut sering dijadikan tempat untuk istirahat melepas lelah para petani dan bahkan mereka pun membuat sepiring sawah tepat di kuduknya. Lalu, di sekitar lokasi tersebut tidak hanya ada sawah saja, melainkan juga ada kolam ikan kecil, kebun dan ladang serta pemukiman penduduk kampung Batu Nago.

Kemudian, ketika hujan turun tidak ada orang yang mendekati dan apalagi berteduh di bawah nganga batu tersebut. Kalau tiba-tiba terjadi hujan panas, mangun (pelangi) salah satu pangkalnya pernah berasal dari situ karena dibilang masih sakti dan dikhawatirkan akan terjadi lagi. Kalau seandainya sampai terkena mangun maka orang tersebut akan sakit. Dan satu hal lagi, pada batu naga tersebut terdapat tanda silang (X). Mendengar keterangan Etek Malina tanda tersebut tidak dibuat-buat, melainkan memang sudah ada dari dahulunya. Iya, kami ada melihatnya di sisi kanan batu tersebut. Dan tanda apakah itu tidak ada yang tahu, termasuk juga Etek Malina dan Suaminya. Selain dari itu, tidak ada keanehan-keanehan lain yang terjadi pada batu naga tersebut sampai sekarang.

Wah, beruntung sekali kami bertemu dengan mereka. Pengetahuan kami jadi bertambah lagi tentang legenda Batu Naga yang sakti tersebut meskipun masih menyisakan tanda tanya tentang tanda silang itu. Walaupun demikian hal ini membuat kami sangat takjub, betapa ajaib dan luar biasanya kejadian-kejadian masa dahulu. Sayangnya, batu naga sebagai bukti legenda masa dahulu ini tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Apakah mereka mengetahuinya atau tidak, entahlah. Kami sangat berharap seandainya saja ini diperhatikan tentulah bisa dijadikan sebagai aset wisata andalan Kabupaten dan bahkan Provinsi sebagaimana halnya legenda Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis, Padang.

Setelah itu, kami pun pamit kepada mereka karena bermaksud akan melanjutkan pendakian ke Bukit Bongsu ini hingga puncak. Tetapi, mereka mencegah kami melakukan pendakian karena kami hanya bertiga. Khawatirnya nanti terjadi apa-apa dengan kami, sedangkan mereka saja seumur hidup baru sekali menempuh bukit kembar ini hingga puncak dan itupun harus berombongan. Jadinya kami harus mengurungkan niat untuk mendaki dan kami putuskan hanya sampai punggung bukitnya saja sambil beristirahat di sana.

Tidak seberapa jauh dari kaki bukit, kami pun memutuskan untuk beristirahat di bawah sebatang pohon pinus yang tumbuh di tengah padang rumput dan mencukupkan saja mendaki sampai di sana. Lalu, kulihat jam di Handphoneku telah menunjukkan pukul 12.00 tepat, dan pantas saja sinar matahari begitu terik menyengat kulit. Namun, sejuknya angin berhembus menjadikan suasana begitu fresh. Apalagi dihadapan kami pemandangan luas terbentang. Sebagai daerah dataran tinggi yang merupakan wilayah agraris pemandangan sangat komplit sekali. Indahnya melihat sawah-sawah terasering di punggung-punggung bukit serta kebun teh di Kenagarian Baruah Gunuang terlihat seperti karpet terbentang. Selain itu juga banyak wilayah-wilayah pemukiman penduduk terlihat menyebar dimana-mana didindingi Bukit barisan yang melintang.

Wah…! Tak terbayangkan kalau seandainya kami diperbolehkan naik ke atas puncak Bukit Bongsu ini, pasti sangat indah sekali. Sementara itu, mendengar cerita pengalaman dari orang-orang yang pernah mendaki bukit sakti ini pemandangan dari atas sana benar-benar sangat indah. Banyak pemandangan yang terlihat dengan jelas. Seperti Gunung-gunung yang ada di Sumatera Barat, di antaranya Gunung Pasaman, Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Sago, dan lain-lain. Selain gunung-gunung, bukit barisan sangat terlihat sekali lintangannya yang panjang dan bergelombang. Selain itu, daerah-daerah berpenduduk pun banyak yang terlihat. Termasuk juga kampungku, rumah-rumah kelihatan kecil-kecil. Hanya saja, katanya sangat mengerikan jika melihat ke bawah. Sisi-sisi bukit ini tebing semua, kalau seandainya terjatuh sudah pasti batu yang menanti.

Nah, kalau ingin mendaki ke bukit kembar ini sebaiknya meminta panduan kepada penduduk-penduduk di sana yang pernah menempuh bukit kembar ini agar tidak tersesat mencari jalan. Yang harus selalu diingat, berhati-hati dan jangan takabur itu penting serta sebelum melakukan pendakian sebaiknya lengkapi dari rumah segala perlengkapan yang diperlukan. Terutama makanan dan minuman serta obat-obatan karena di sana warung-warung jarang sekali ditemui. Kemudian, pendakian hendaknya dilakukan siang hari dan jikalau hari mulai gelap kita harus turun kembali. Jikalau bermalam atau kemping tidak diperbolehkan di sana agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan lagi pula persediaan air tidak ada. Katanya dahulu pernah kejadian, ada beberapa orang pernah mencoba hiking dan kemping di atas puncak villa tersebut. Namun, akhirnya mereka hilang dan tidak diketahui lagi dimana keberadaannya. Selain itu juga, untuk mencapai puncak pendaki akan disuguhkan area tantangan yang bervariasi. Salah satunya, tidak ada jalan khusus ataupun jalan setapak yang mengarah ke puncak.

***

Tinggalkan komentar